Posts

Ternyata Jadi Dewasa Itu...

Ternyata jadi dewasa itu... Harus terbiasa apa-apa sendiri Harus berani ke rumah sakit sendiri tanpa ditemenin mamah Harus berani buat bertanya ke orang kalau bingung Harus siap bayar tagihan rumah sakit, makanan, atau barang untuk diri sendiri Harus bisa nabung dan paham investasi Harus paham tentang pajak Harus kreatif memikirkan besok makan apa karena gak ada yang siapin Ternyata jadi dewasa itu... gak enak Jadi dewasa aku sadar waktuku sangat terbatas tapi banyak sekali hal yang ingin aku lakukan. Jadi dewasa itu bukan hanya perihal mendapatkan uang tapi juga menggunakannya secara bijak. Jadi dewasa aku sadar bahwa setiap yang kita lakukan adalah hal yang berharga, makan, minum, mencuci baju, mencuci piring, membersihkan kamar, menelfon mama, membalas pesan dari teman, bahkan tidur pun bisa menjadi barang berharga yang sulit didapatkan. Ternyata jadi dewasa itu aku jadi jarang disuapin mama lagi, aku mulai terbiasa hidup sendiri dan kadang lupa untuk menanyakan kabar orang rumah ka...

Kenapa Bandung?

Akhir pekan adalah hari yang ramai, rusuh, dan penuh kantuk untukku. Bagaimana tidak, manusia yang biasanya tertidur kembali selepas sholat subuh ini harus segera menunaikan mandi di pagi hari yang dingin airnya tidak wajar. Bukan hanya mata yang tiba-tiba tersigap, bulu kuduk pun turut berdiri tanda tubuh sudah menyala. Tanpa perlu mendengarkan alarm yang selalu berbunyi berturut-turut setiap lima menit sekali, akhir pekan terasa seperti hari kerja yang penuh sesak dengan keproduktifan. Semua ini ku jalani demi mengejar jadwal keberangkatan bus yang jarak tempuhnya tidak seberapa namun waktu tempuhnya bisa membuatku tua di jalan. Padahal Bandung-Jatinangor tidak sejauh itu kan, Kawan? Coba terka apa yang membuatnya begitu lama hingga 2 jam perjalanannya...? (Manusia tidak tahu bersyukur, bayar hanya Rp2000 minta cepat sampai!). Anehnya, aku justru melakukannya dengan penuh suka cita dan secara sukarela. Tanpa paksaan justru dengan kegembiraan. Gembira karena dapat menyambut udara deng...

Apologi Kamar Berantakan

Beberapa waktu lalu aku sering sekali bergumam pada diriku sendiri tentang beratnya bulan Agustus yang bermuara pada sebuah pertanyaan dan pernyataan akan bagaimana Agustus ini berakhir, sepertinya bukan Agustus yang berakhir melainkan aku yang berkahir. Begitu banyak yang terjadi di Agustus lalu. Begitu banyak deretan tugas yang harus segera ku rampungkan. Liburan yang seharusnya menjadi hal yang dinanti diganti menjadi sebuah siksa yang candu. Kehidupan pagi siang malam penuh gairah, lelah, dan mata merah karena kurang tidur. Riuh kehidupan mahasiswa terasa begitu kental Agustus lalu.  Kehidupan yang tersita dengan segala kegiatan di fakultas orang, pusat peradaban mahasiswa (baca: UKM barat Unpad), student center , Kandaga, warung makan Gemass, Pondok Nirwana, Bento Kopi, dan segala macam warung malam tempat mahasiswa berbincang dan berdendang. Gelap yang cerah. Lelah yang nagih. Perasaan ingin berhenti memang selalu terus terulang tetapi kehidupan bersama 44 orang aneh nan meny...

Kalender Baru

Model rambut yang baru, sepotong pakaian yang belum pernah ditemui mata sebelumnya, bau minyak wangi yang asing, sepatu yang tak pernah dipakai sebelumnya, wajah yang berseri. Aku selalu suka setelan baru itu. Setelan seorang yang baru saja kembali dari habitat. Terlihat bersiap dan sudah siap kembali menampakan wajahnya pada musuh barunya, semester baru.  Potongan hari berwarna merah dalam kalender akademik tampaknya selalu mampu melahirkan segumpal individu dengan tekad yang baru. Individu yang tak lagi takut untuk melangkah maju meskipun tau terkadang akan terjebak dan bahkan tersesat. Senyum yang mewarnai dan meramaikan wajah serta mata yang berseri itu terlihat cantik. Menyampaikan pesan bahwa dirinya kini telah berevolusi. Berubah menjadi tokoh yang berbeda dengan sebelumnya. Tokoh yang selama enam bulan kebelangan mengantongi banyak harapan dan doa untuk dirinya di depan. Tokoh yang kini levelnya telah berbeda dengan dirinya yang dulu. Aku suka melihat betapa indahnya pembar...

Mengenai Rasa

Semenjak kepergianku dari tanah itu, semuanya beranjak berubah. Selalu ada putih di setiap hitam. Sepekat apapun itu. Selalu ada bahagia di setiap bulir air mata. Rasa ini, perasaan ini, kerasnya hati ini, telah sedikit demi sedikit melemah.  Kini bahuku tak selemah dulu. Kakiku bahkan mampu berdiri jika memang hanya ada satu. Tanganku mampu meraih apapun jika aku mau. Lidahku dapat merasa hal yang dulu belum pernah ku rasa. Mataku melihat ternyata dunia bisa lebih indah jika ku memaknainya. Dan kini aku sanggup untuk menutup telingaku rapat-rapat akan bising yang tidak aku inginkan.  Pun dengan deru nafasku yang kini berjalan seperti sebuah pasukan, lebih teratur dan mudah diatur. Kepalaku yang tidak lagi membuat skenario di malam hari. Tidurku yang selalu menyenangkan. Selimutku yang selalu hangat. Sepatu yang selalu ku letakkan kembali pada tempatnya. Baju-baju yang bersih dan wangi. Langkahku yang tak lagi buru-buru.  Aku menjadi selalu bersyukur. Meski jarang menguca...

Gelora Raharja

Gelora Raharja Semangat! Jangan lancar menyerah Biarkan penat itu enyah Jangan lasuh terlena dan menjadi lemah Manalagi menjabat payah Jika dengan ujar kebencian Jangan engkau layan Sekedar tamparan kebanyakan Panas hati mereka yang rasakan Mari, Tuan Bersama bantala sebagai pijakan Serta akasa sebagai wuwungan Dan seluruh mayapada sebagai kenyataan Jika sudah berjaya Jangan lupakan hamba Semoga bersua Di dalam jangka (Feb, 2019)